Biografi Khalid bin Walid
Abū Sulaymān Khālid ibn al-Walīd ibn al-Mughīrah al-Makhzūmī (Arab: أبو سليمان خالد بن الوليد بن المغيرة المخزومي; 585–642), atau juga dikenal dengan Sayf Allāh al-Maslūl (Arab: سيف الله المسلول; Pedang Allah yang terhunus), beliau adalah Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Khālid ibn al-Walīd
خالد بن الوليد
Kaligrafi Khalid Bin Walid
JulukanPedang Allah Yang TerhunusLahir585 AD
Mecca, Jazirah ArabMeninggal642 AD (umur 57)
Homs, SyriaDimakamkanMasjid Khalid ibn al-WalidPengabdianKekhalifahan RasyidinDinas/cabangPasukan RasyidinLama dinas632–638PangkatPanglima tertinggiKesatuanPengawal berkudaKomandoPanglima tertinggi (632–634)
Komandan lapangan (634–638)
Komandan Pengawal berkuda (634–638)
Military Governor of Iraq (633–634)
Gubernur Chalcis (Qinnasrin), Suriah(637–638)
Selain dikenal sebagai Sahabat Nabi, beliau juga dikenal karena taktik militernya dan kecakapan dalam bidang militer. Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya, selain itu Khalid juga memimpin pasukan Madinah dibawah kekuasaan Nabi Muhammad dan juga penerusnya seperti Abu Bakar dan Umar Bin Khattab.[1]
Pada saat dibawah kepemimpinan militernyalah Jazirah Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah bersatu dalam satu entitas politik yaitu Kekhalifahan. Khalid mengkomandani pasukan muslim, walaupun pasukan muslim tersebut baru dibentu. Khalid dan pasukannya tidak pernah dikalahkan dalam lebih dari 100 pertempuran melawan Kekaisaran Byzantium, Kekaisaran Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka termasuk juga suku-suku Arab di luar kekuasaan Khalifah.
Pencapaian strategis yang ia raih ialah penaklukan Arab selama Perang Riddah, Persia Mesopotamia dan Suriah Romawi hanya dalam waktu empat tahun pada tahun 632 ke 636. Khalid juga dikenang karena kemenangan telaknya pada Pertempuran Yamamah, Pertempuran Ullais, dan Pertempuran Firaz, dan kesuksesan taktiknya pada Pertempuran Walaja dan Pertempuran Yarmuk.[2]
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”. [3]
Setelah kematian Nabi Muhammad, Khalid memiliki peran yang penting dalam memimpin pasukan Madina untuk Abu Bakar dalam Perang Riddah, selain itu beliau juga berjasa dalam menaklukan pusat Arabia dan juga menundukkan suku-suku Arab. Dia merebut Negara Satelit Arab Sasanid yaitu Al-Hirah, serta mengalahkan Pasukan Sassaniyah dalam penaklukan Irak (Mesopotamia). Dia nantinya digeser ke front Barat untuk menaklukkan Suriah (provinsi Romawi) dan Negara Boneka Bizantium Arab yaitu Ghassanid.
Meskipun Umar Bin Khattab di zaman Khalifahnya memberhentikannya sebagai panglima tertinggi pasukan muslim, namun ia tetap menjadi pemimpin yang efektif dari pasukan yang tersusun untuk melawan Kekaisaran Byzantium selama tahap awal dari Peperangan Romawi Timur-Arab.[1] Dibawah komandonya, Damaskus ditaklukan pada tahun 634 dan kunci kemenangan Arab melawan pasukan Kekaisaran Byzantium dicapai pada Pertempuran Yarmuk,(636)[1] yang menyebabkan penaklukan Bilad al-Sham (Levant). Pada tahun 638, di puncak-puncak karirnya sebagai panglima perang, Khalid diberhentikan jabatannya.
Khalid dikatakan mengikuti sekitar seratus pertempuran, baik pertempuran besar dan pertempuran kecil serta duel tunggal, selama karier militernya ia tetap tak terkalahkan, ia diklaim sebagai salah satu jenderal militer atau panglima perang terbaik dalam sejarah
Khalid bin Walid radhiyallahu’anhu adalah seorang panglima perang yang termahsyur dan ditakuti di medan perang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya gelar "Saifullah" yakni pedang Allah yang terhunus. Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya. Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini masuk Islam pada tahun kedelapan hijriyah dan telah terjun dalam puluhan peperangan.
Khalid bin Walid adalah komando pasukan kaum muslimin pada perang yang masyhur yaitu perang Yamamah dan Yarmuk, dan beliau telah melintasi perbatasan negeri Iraq menuju ke Syam dalam lima malam bersama para tentara yang mengikutinya. Inilah salah satu keajaiban komandan perang ini.
Kelahiran
Khalid bin Walid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah binti Al-Harits radhiallahu ‘anhu, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya.
Khalid bin Walid Masuk Islam
Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun ahli dalam menyusun strategi perang.
Khalid bin Walid masuk islam setelah pertempuran Uhud yang banyak merenggut para pejuang muslim. Dalam perang itu Khalid bin Walid menjadi panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy. Ia masuk islam setelah mendengar lantunan ayat suci Al Qur'an surat al hujarat ( Qs 49:13 ) yang dibacakan oleh Bilal, seorang budak hitam dan buta hurup. Setelah itu, Nabimemberi gelar kepadanya dengan nama “Syaifulloh yang artinya “pedang Alloh yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiy.
Peran Khalid bin Walid dalam perang Mu'tah
Saat terjadi pertempuran Mu'tah. jumlah tentara kaum muslimin pada saat itu sekitar tiga ribu personil sementara bangsa Romawi memilki dua ratus ribu personil, melihat tidak adanya keseimbangan jumlah tentara kaum muslimin di banding musuh mereka, terkuaklah sikap kesatria dan kepahlawanan kaum muslimin pada peperangan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan agar pasukan dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, dan jika dia terbunuh maka kepeminpinan berpindah kepada Ja’far bin Abi Thalib, dan jika terbunuh maka kepeminpinan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah.
Semua pemimpin di atas mati syahid pada peperangan ini, lalu bendera diambil alih oleh Tsabit bin Aqrom, dan dia berkata kepada kaum muslimin: Pilihlah seorang lelaki sebagai pemimpin kalian, maka mereka memilih Khalid bin Walid, maka pada peristiwa inilah tampak jelas keberanian dan kejeniusannya. Dia kembali mengatur para pasukan, maka dia merubah strategi dengan menjadikan pasukan sayap kanan berpindah ke sayap kiri dan sebaliknya pasukan sayap kiri berpindah ke sebelah kanan, kemudian sebagian pasukan diposisikan agak mundur, setelah beberapa saat mereka datang seakan pasukan batuan yang baru datang, hal ini guna melemahkan semangat berperang musuh kemudian kesatuan tentara kaum muslimin terlihat menjadi besar atas pasukan kaum Romawi sehingga menyebabkan mereka mundur dan semangat mereka melemah. Pada perang Mu'tah, hanya beberapa kaumm muslimin yang menjadi korban, sedangkan di pihak kaum kafir banyak sekali. (baca cerita lengkapnya di: "Pertempuran Mu'tah")
Pertempuran lainnya
Khalid juga ikut serta dalam peperangan melawan kaum yang murtad, beliau juga ikut berperang menuju Iraq, dan para ulama berbeda pendapat tentang sebab dipecatnya Khalid sebagai komando perang di Syam, dan semoga yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu: Tidak, aku akan memecat Khalid sehingga masyarakat mengetahui bahwa sesungguhnya Allah membela agamanya tidak dengan Khalid.
Di antara ungkapannya yang agung adalah tidaklah sebuah malam di mana aku bersama seorang pengantin yang aku cintai lebih aku sukai dari sebuah malam yang dingin lagi bersalju dalam sebuah pasukan kaum muhajirin guna menyerang musuh.
Dia pernah menulis sebuah surat kepada kaisar Persia yang mengatakan, “Sungguh aku telah telah datang kepada kalian dengan pasukan yang lebih mencintai kematian sebagaimana orang-orang Persia menyenangi minum khamr.”
Qais bin Hazim berkata, “Aku telah mendengar Khalid berkata, ‘Berjihad telah menghalangiku mempelajari Al-Qur’anul Karim.’”
Wafat
Meski Beliau sering aktif dalam banyak peperangan menegakkan agama Allah, namun ia tidak gugur dalam pertempuran.
Abu Zannad berkata, “Pada saat Khalid akan meninggal dunia dia menangis dan berkata, ‘Aku telah mengikuti perang ini dan perang ini bersama pasukan, dan tidak ada satu jengkalpun dari bagian tubuhku kecuali padanya terdapat bekas pukulan pedang atau lemparan panah atau tikaman tombak dan sekarang aku mati di atas ranjangku terjelembab sebagaimana matinya seekor unta. Janganlah mata ini terpejam seperti mata para pengecut. ‘“
Dari Sahl bin Abi Umamah bin Hanif dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meminta kepada Allah mati syahid dengan sebenarnya maka Allah akan menyampaikannya kepada derajat orang-orang yang mati syahid sekalipun dirinya mati di atas ranjangnya.”
Lalu pada saat wafat, dia tidak meninggalkan kecuali kuda, senjata dan budaknya yang dijadikannya sebagai sedekah dijalan Allah, pada saat berita kematian tersebut sampai kepada Amirul Mu’minin, Umar bin Al-Kattab dia berkata, “Semoga Allah meberikan rahmatnya kepada Abu Sulaiman, sesungguhnya dia seperti apa yang kami perkirakan.”
Dan disebutkan di dalam hadits riwayat Umar bin Al-Khattab tentang zakat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Khalid maka dia telah menyimpan baju besinya dan perlengkapan berperangnya di jalan Allah.”
Abu Bakar adalah orang yang bijaksana. Ketika ia tidak ridha dengan dilepaskannya Khalid bin Walid, ia berkata:
والله لا أشيم سيفا سله الله على عدوه حتى يكون الله هو يشيمه
“Demi Allah, aku tidak akan menghunus pedang yang Allah tujukan kepada musuhnya sampai Allah yang menghunusnya” (HR. Ahmad dan lainnya)
Khalid bin Walid wafat pada tahun 21 H. di Himsh pada usia 52 tahun, semoga Allah
memberikan kepada Khalid balasan yang lebih baik dan semoga Allah
mempertemukan kita dengannya surga yang mulia, dan segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan
kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh
pengikut beliau.